SIMAK Buatan Mahasiswa ITN Malang Bantu Penderita Katarak
Mahasiswa Teknik Elektro S-1 ITN Malang lolos PKM KC 2022 dengan judul Sistem Identifikasi Maturitas Katarak Menggunakan Teknik Pengolahan Citra. (Foto: Istimewa)
Malang, ITN.AC.ID – Mahasiswa Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang sukses menciptakan SIMAK. Kepanjangan dari Sistem Identifikasi Maturitas Katarak. SIMAK diciptakan untuk membantu penderita katarak dalam memeriksa mata. Karya dari lima mahasiswa Teknik Elektro S-1, ITN Malang ini diperjuangkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC) 2022 dengan judul Sistem Identifikasi Maturitas Katarak Menggunakan Teknik Pengolahan Citra.
Mereka adalah Dwangga Rizqia Meidyan Syahputra, ketua tim (angkatan 2019), Mochamad Bayu Aditama (angkatan 2019), Amandarika Widyatamara (angkatan 2019), Ririn Katherina Maturbongs (angkatan 2019), Elvan Dwi Nur Asyifa (angkatan 2021). Dengan dosen pendamping Radimas Putra Muhammad Davi Labib, ST, MT.
Menurut Ririn, SIMAK terinspirasi dari sulitnya penderita katarak saat akan memeriksakan penyakitnya. Pasalnya tidak semua prasarana kesehatan memilikinya alat slit lamp untuk memeriksa katarak, karena harganya yang mahal. Sehingga mengakibatkan terhambatnya proses penyembuhan pada penderita katarak dan juga menyebabkan jumlah penderita katarak semakin banyak. Padahal, penyakit ini dapat disembuhkan dengan cara operasi pengangkatan katarak, tetapi hanya dapat dilakukan pada saat katarak berada difase matur, dan hipermatur sehingga perlu dilakukan klasifikasi terhadap maturitas katarak sebelum dilakukan operasi. Berdasarkan maturitasnya, katarak dibagi menjadi empat, yaitu inspien, imatur, matur dan hipermatur.
Katarak sendiri merupakan penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan dan berawan pada lensa mata. Hal tersebut akan menganggu proses masuknya cahaya ke mata. Penyebab katarak karena seiring bertambahnya usia, atau trauma yang menyebabkan perubahan pada jaringan mata. Lensa mata terdiri dari air dan protein. Dengan bertambahnya usia lensa mata akan semakin menggumpal dan perlahan membuat lensa mata menjadi keruh dan berkabut.
“Kami terinspirasi membuat sistem identifikasi maturitas katarak. Dengan biaya seminimal mungkin kami membuat alat yang dapat digunakan untuk proses klasifikasi terhadap maturitas katarak. Dengan menggunakan sistem embedded yang dipadukan dengan teknik pengolahan citra. Kami harap alat tersebut dapat mempermudah dan mempercepat proses diagnosa pada penderita penyakit katarak,” ulas Ririn saat dihubungi lewat sambungan Whatsapp, Rabu (31/8/2022).
Baca juga : Tim PKM-KC ITN Malang Buat Pacasop Mudahkan Surveyor saat Kehabisan Daya Baterai di Lapangan
Sementara, Dwangga Rizqia M menjelaskan, SIMAK memiliki panjang 21 cm, lebar 18 cm, dan tinggi 9 cm. Alat ini memanfaatkan dua kamera ESP32-CAM yang terhubung ke dalam sebuah jaringan yang dapat diakses tanpa menggunakan kabel antara kamera dengan monitor. Pada awalnya antara monitor dengan kamera mereka menjadikan satu, sehingga memerlukan kabel.
“Ternyata ruang pada VR BOX tidak mencukupi, akhirnya kami pisahkan antara kamera di VR Box dengan LCD. Untuk mesin atau otak dari SIMAK menggunakan Raspberry Pi. Karena kami mengutamakan portable, maka sumber daya dari alat ini menggunakan tenaga powerbank,” katanya.
Dikatakan Dwangga, sistem dari alat ini memanfaatkan dua kamera untuk mengambil gambar mata kanan dan kiri. Kemudian gambar tersebut nantinya akan langsung diolah oleh program yang ada di Raspberry Pi menggunakan sistem pengolahan citra. Untuk hasil diagnosa akan ditampilkan langsung di monitor atau LCD yang sudah terintegrasi dengan Raspberry Pi.
Raspberry Pi atau sering disingkat Raspi merupakan komputer papan tunggal (single-board computer/SBC) seukuran kartu kredit. Raspi dapat digunakan untuk menjalankan program perkantoran, permainan komputer, dan sebagai pemutar media hingga video beresolusi tinggi.
“Untuk alatnya sendiri saat ini sudah 90 persen jadi. Hanya saja kami masih harus berulang kali uji coba ke lapangan agar didapatkan hasil diagnosa lebih akurat,” imbuh Dwangga. Sampai saat ini SIMAK telah diuji cobakan kepada 30 responden.
Tidak mudah melakukan penelitian dan membuat alat apalagi mahasiswa ITN Malang ini melakukan semuanya tanpa bantuan pihak lain. Menurut Dwangga, ada beberapa kendala yang mereka hadapi. Seperti sulitnya mendapatkan kamera yang cocok untuk dijadikan sensor mata, desain 3D printing, pemprograman untuk mendiagnosa penyakit katarak tersebut, dan responden penderita katarak.
“Karena kami tidak menggunakan jasa dan berusaha semampu kami agar alat semua original dari kami. Mendapatkan seseorang yang mengidap penyakit katarak untuk dijadikan sampel diagnosa juga tidak mudah,” ungkap Dwangga. Untuk menyelesaikan SIMAK agar tepat waktu Dwangga dengan teman-temannya sempat patungan membeli komponen disebabkan dana bantuan baru turun di Bulan Agustus 2022 lalu.
Elvan Dwi Nur Asyifa menambahkan, dengan bentuknya yang kecil SIMAK mudah dibawa kemana-mana. Bentuknya juga unik, karena memadukan mini PC dengan VRBox. Harapannya dengan SIMAK dapat membantu masyarakat dalam menghemat biaya, dan waktu untuk memeriksa mata katarak. Karena bisa dilakukan dari rumah.
“Semoga alat ini nantinya bisa terealisasi, dan bisa diproduksi masal jika sudah berhasil. Selain itu kami berharap alat ini bisa terus dikembangkan agar dapat membantu meminimalisir terjadinya kebutaan mata akibat katarak,” tutup Elvan. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)