Kota Malang Masih Ada Pelanggaran Sanitasi
Eko Purnomo, SE., Wash Facilitator USAID IUWASH PLUS membeberkan pelanggaran terkait sanitasi di Kota Malang. (Foto: Mita/Humas)
Banyaknya perguruan tinggi sekaligus sebagai pusat bisnis di Kota Malang, tentunya berdampak positif terhadap kemajuan perekonomian masyarakat. Namun, siapa sangka hal tersebut juga menimbulkan masalah lingkungan di Kota Malang khususnya dalam bidang sanitasi. Hal ini mengemuka saat Eko Purnomo, SE., Wash Facilitator USAID IUWASH PLUS membeberkan materinya dalam seminar di Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang. “Malang seperti perempuan seksi, tapi jorok,” canda Eko pada Seminar Mahasiswa Teknik Perencanan Wilayah dan Kota (HMPWK), Senin (22/04/19).
Ada tiga bagian yang tak terpisahkan pada sanitasi yakni, sampah, drainase, serta air limbah domestik. Air limbah domestik ini berasal dari kegiatan usaha, pemukiman, rumah tangga, perkantoran, dan lain sebagainya. Eko menyatakan, Malang masih memiliki pekerjaan rumah dibidang sanitasi, khususnya problem limbah domestik.
Menurut Eko selama ini di Kota Malang masih ditemukan saluran buangan air limbah domestik mengarah ke drainase. Meski hampir 90 persen penduduk kota memiliki jamban dan septic tank, namun tidak semua melakukan pengangkutan dan pengolahan tinja secara rutin. “Bahkan ditemukan di beberapa kos-kosan mereka memiliki jamban, tapi pembungan limbahnya menuju ke drainase (sungai) di belakang rumah,” ungkap Eko.
Eko yang membidangi USAID Indonesia Urban Water, Sanitation and Hygiene Penyehatan Lingkungan untuk semua (IUWASH PLUS) ini menyarankan perlu adanya perapian terhadap saluran sanitasi yang tersambung ke drainase atau sungai. Salah satu solusi yang bisa dilakukan dengan pembuatanseptic tank komunal dengan mempertimbangkan kepadatan penduduk, kedalaman muka air tanah, kemiringan tanah, permeabilitas tanah, dan kemampuan pembiayaan.
“Untuk septic tank rumah tangga sekurang-kurangnya lima tahun sekali harus dikuras agar tidak bocor. Setelah disedot pun kotoran tidak boleh langsung dibuang ke sungai atau laut, tapi tetap perlu pengolahan” jelasnya. (mer/humas)