Prof. Julianus Hutabarat: Teknik Industri Memiliki Poin Plus dibanding Jurusan Lain
Profesor Dr. Ir. Julianus Hutabarat, MSIE., Profesor Bidang Keilmuan Teknik Industri, Magister Teknik Industri, Program Pascasarjana, ITN Malang. (Foto: Aqil/Humas ITN Malang)
Malang, ITN.AC.ID – Profesor Dr. Ir. Julianus Hutabarat, MSIE., Profesor Bidang Keilmuan Teknik Industri menjadi profesor pertama di Magister Teknik Industri, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang. Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Program Pascasarjana ITN Malang.
Prof. Julianus merupakan alumnus Teknik Industri S-1 ITN Malang angkatan 1980. Setelah lulus ia bekerja dan menjadi dosen di almamaternya ITN Malang. Kuliah S-2 di Institut Teknologi Bandung, dan S-3 di Universitas Brawijaya Malang dilalui tepat waktu.
Ketertarikannya kepada dunia bisnis membawa Prof. Julianus menekuni dunia teknik industri. Menurutnya dalam teknik industri diajarkan kemampuan menganalisis untuk bisa melakukan suatu improvement, dan melihat sesuatu secara detail dan tajam. Ini akan membantu dalam suksesnya sebuah bisnis.
“Pelajaran di teknik industri mengidentifikasi masalah (identified problem). Kalau kita bisa melihat masalah, maka kita bisa melakukan perbaikan, dan sebaliknya. Kita bisa mengintegrasikan semua resource (sumber daya) untuk melakukan suatu improvement,” ungkap dosen yang juga mengajar di Teknik Industri S-1 ITN Malang ini.
Menurutnya inilah keunikan di teknik industri. Ibarat dunia terdiri dari komponen-komponen dimana setiap komponen punya proses. Proses itu bisa diintegrasikan menjadi suatu desain yang diinginkan. Teknik industri merupakan ilmu yang mendesain, merancang, dan melakukan suatu improvement dalam melakukan sistem. Tujuannya untuk mengoptimalkan suatu sistem agar bisa bekerja secara konsisten, dan produktif.
Baca Juga : Dosen Pascasarjana ITN Malang, Julianus Hutabarat Raih Gelar Profesor Bidang Ilmu Teknik Industri
Ada 5 elemen sistem produksi terpadu, dan 1 tambahan, atau biasa disebut 5M1T yang dikaitkan dengan penggunaan ilmu teknik industri. Yakni: man (manusia/tenaga kerja), methods (metode/cara kerja), materials (bahan), machines (mesin, peralatan), money (modal/ uang), dan times (waktu).
Profesor Dr. Ir. Julianus Hutabarat, MSIE., saat menerima SK dari Kepala LLDIKTI Wilayah VII Jatim, Prof. Dr. Dyah Sawitri, SE., MM. (Foto: Istimewa)
“Jadi kalau di level lini produksi akan melihat manusia, metode kerjanya bagaimana agar produktivitasnya bisa tinggi. Ini beda dengan prodi-prodi lain. Di teknik industri mengintegrasikan. Contohnya, jurusan lain mendesain suatu peralatan skala kecil bisa dilakukan sendiri. Tapi kalau sudah mass production (produksi masal) agar menguntungkan sudah menjadi ranahnya teknik industri untuk mengintegrasikan,” jelas Prof. Julianus.
Ditambahkan, teknik industri memiliki 14 pilar keahlian. Diantaranya Work Design and Measurement, dimana saat bekerja dihadapkan pada tantangan produktivitas karena adanya persaingan. Dengan menjaga karyawan agar tetap produktif, maka muncullah riset “Times Studi”, pekerja akan diukur standar kerjanya. Kalau terampil dan pekerjaannya cepat selesai akan diberi reward berupa intensif, dan kalau kurang terampil akan diberi pelatihan.
“Yang berprestasi diberi imbalan yang setimpal. Menurut teori Taylor produktivitas bisa ditingkatkan kalau pekerja diberi iming-iming,” lanjutnya.
Baca juga : ITN Malang Kukuhkan Guru Besar Pertama Teknik Industri
Dikatakan Prof. Julianus, menentukan besarnya intensif ada standar “time study”, yang teorinya berkembang mengikuti perkembangan dunia industri. Terakhir SAP manajemen bagaimana mengelola suatu aliran atau distribusi bahan baku produk jadi hingga diterima konsumen. Disini ada analisa supplier, penjadwalan, produksi, serta material digunakan. Di teknik industri namanya PPIC, kepanjangan dari planning and inventory control. PPIC merupakan bidang pekerjaan yang bertanggung jawab menyiapkan proses produksi, menyiapkan bahan baku, hingga diproduksi menjadi bahan jadi.
“Semua kegiatan ini ada di teknik industri. Ada teori ekonominya juga untuk menentukan distribusi dan cost. Ini menjadi kompotensi teknik di industri,” katanya. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)