Opini mahasiswa. Hari Pendidikan Nasional, Pendidikan Indonesia dalam Belenggu Kesenjangan
Mahasiswa harus menjadi generasi penerus bangsa yang mampu berpikir holistik, memiliki keseimbangan antara intelektualitas dan spiritualitas sebagai penguatan karakter. (Galank Vijanarki/baju hitam, mahasiswa Teknik Lingkungan S-1, ITN Malang, angkatan 2019)
Malang, ITN.AC.ID – Pendidikan merupakan faktor penting dalam peningkatan kualitas sebuah bangsa. Terbentuknya sumber daya manusia yang mumpuni akan bergantung pada pendidikan yang layak dan berkualitas. Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Setiap tanggal 02 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Peringatan tersebut menjadi momentum besar bagi setiap warga negara dalam memaknai kembali tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memberikan amanat dalam hal pendidikan, yang menjadi hak dasar bagi seluruh warga negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan secara merata dan maksimal.
Sebagai hak warga negara, maka negara dalam hal ini pemerintah harus bertanggung jawab memberikan hak kepada seluruh warga negara untuk mendapatkan pendidikan tersebut dengan baik. Namun sayangnya sampai saat ini masih banyak kita jumpai permasalahan pendidikan di Indonesia diantaranya kesenjangan pendidikan. Akses pendidikan yang belum merata menjadikan banyak anak bangsa terpaksa tidak dapat mengenyam pendidikan yang berkualitas terutama pendidikan tinggi.
Menurut data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) RI, penduduk Indonesia berjumlah 275,36 juta jiwa pada tahun 2022. Dari jumlah tersebut hanya 6,41 persen yang sudah mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Rinciannya, yang berpendidikan D-1 dan D-2 proporsinya 0,41 persen, kemudian D-3 sejumlah 1,28 persen, S-1 sejumlah 4,39 persen, S-2 sejumlah 0,31 persen, dan hanya 0,02 persen penduduk yang sudah mengenyam pendidikan jenjang S-3.
Penduduk Indonesia yang berpendidikan hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) ada 20,89 persen. Kemudian yang berpendidikan hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 14,54 persen. Sementara itu 23,4 persen penduduk Indonesia merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD). Ada pula 11,14 persen yang belum tamat SD, dan penduduk yang tidak sekolah/belum sekolah mencapai 23,61 persen.
Persentase masyarakat yang mengenyam pendidikan tinggi masih memprihatinkan. Ini cukup membuktikan bahwa kesempatan untuk memasuki perguruan tinggi masih sangat sedikit. Biaya pendidikan yang besar didorong oleh faktor ketimpangan sosial-ekonomi menjadi penyebab semakin menyempitnya akses pendidikan tinggi bagi masyarakat menengah kebawah. Jika hal ini terus dibiarkan, maka akan semakin memperdalam jurang kesenjangan dan mengikis motivasi para generasi muda untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi karena sempitnya kesempatan serta biaya yang besar.
Menanggapi hal ini pemerintah seharusnya perlu mengambil langkah solutif guna menjamin keterbukaan akses pendidikan tinggi bagi seluruh elemen masyarakat. Ada tiga opsi yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah untuk membiayai pembangunan pendidikan tinggi. Pertama, pemerintah memberi subsidi pendidikan tinggi untuk semua mahasiswa yang diterima di perguruan tinggi.
Kedua, subsidi silang dengan menerapkan full-payment kepada keluarga mampu, memberi subsidi penuh kepada mahasiswa dari keluarga tidak mampu, dan subsidi 50 persen kepada mahasiswa dari keluarga berpenghasilan menengah. Ketiga, adalah penyediaan pinjaman pendidikan tinggi dengan subsidi bunga kepada keluarga tidak mampu dan keluarga kurang mampu. Jumlah kredit tergantung dari besarnya biaya pendidikan yang dikenakan oleh masing-masing universitas. (Sofian Effendi, Strategi Pembiayaan Perguruan Tinggi).
Baca juga : Ormawa dan Pembentukan Karakter Mahasiswa sebagai Tonggak Kemajuan Peradaban
Semua harus dijalankan secara konsisten, penguatan regulasi, peningkatan mutu pendidikan, peningkatan kualitas tenaga pengajar, biaya pendidikan terjangkau dapat menjadi langkah awal untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Tak hanya itu, perbaikan taraf hidup masyarakat melalui kemandirian ekonomi juga harus dilakukan. Integrasi moral dan mindset kita soal pendidikan juga perlu diubah, bahwa pendidikan bukan sekedar di ruang-ruang kelas, tetapi tujuan akhirnya adalah menjadi generasi penerus bangsa yang mampu berpikir holistik, memiliki keseimbangan antara intelektualitas dan spiritualitas sebagai penguatan karakter kebangsaan kita dan mampu bersaing di kancah dunia. (Galank Vijanarki/Mahasiswa ITN Malang
Pewarta: Galank Vijanarki, mahasiswa Teknik Lingkungan S-1, ITN Malang, angkatan 2019. Editor: Mita Erminasari/Humas ITN Malang